Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘penyusunan KBK’

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

(sumbangan pemikiran kolektif)

 Dr. Ir. Illah Sailah, MS

 

Pengantar

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang dituangkan dalam SK Mendiknas  045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi, tidak segera dipahami karena belum ada penjelasan yang rinci pada masa itu. Akibatnya, para pendidik dan pengembang kurikulum di berbagai Perguruan Tinggi terjebak dalam membuat kotak-kotak dan kelompok mata kuliah dan menjadi perdebatan walau pada bidang sejenis. Kurikulum memiliki makna yang beragam baik antar negara maupun antar institusi penyelenggara pendidikan. Hal ini disebabkan karena adanya persepsi yang berbeda terhadap kurikulum, yang kebanyakan memandang kurikulum sebagai suatu rencana (plan) yang dibuat oleh seseorang atau sebagai suatu kejadian atau pengaruh aktual dari suatu rangkaian peristiwa (Johnson, 1974).  Sebagai suatu rencana, dokumen kurikulum merupakan acuan tindakan dan proses pembelajaran untuk menghasilkan lulusan dalam suasana pembelajaran yang kondusif. Sedangkan jika dipandang sebagai suatu kejadian aktual maka dokumen kurikulum bersifat deskriptif serta bertindak sebagai suatu laporan atau catatan.

Pada buku Tanya Jawab seputar KBK (yang diterbitkan oleh Dikti 2005), menyebutkan bahwa sampai saat ini kurikulum pendidikan tinggi yang banyak digunakan mengacu pada SK Mendikbud Nomor 056/U/1994 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa sebagai penjabaran PP No. 30/1990. Secara umum anatomi kurikulum yang berlaku dapat dikelompokkan menjadi kurikulum inti dan kurikulum lokal. Seiring dengan berlakunya PP No. 60/1999, Pasal 13, ayat (3) yang menyebutkan bahwa kurikulum yang berlaku secara nasional untuk penyelenggaraan program studi di atur oleh Menteri, maka sebagai tindak lanjut keluarnya SK Mendiknas No 232/U/2000 ditetapkanlah SK Mendiknas No 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.  SK Mendiknas No. 232/U/2000, Bab IV  mengatur perihal perubahan kurikulum secara anatomis  menjadi Kurikulum Inti dan Kurikulum Institusional yang sepintas masih mirip dengan pembagian kulikulum sebelumnya, yaitu kurikulum nasional dan kurikulum lokal.

Landasan pikir tentang pedoman penyusunan kurikulum pendidikan tinggi dalam konsep perubahan SK Mendikbud No. 056/U/1994 tersebut adalah:

*  Adanya tuntutan agar pendidikan tinggi lebih bersifat humanis dalam memasuki abad XXI, sehingga mendorong adanya kurikulum nasional (core curriculum) dalam suatu situasi dimana teknologi menjadi bagian kebudayaan berikut dengan implikasinya sebagai bekal kompetensi yang diperlukan oleh seseorang untuk mampu melakukan perubahan ke kehidupan dewasa (cultivating student’s ability to pursue one’s own end). Sementara itu, kurikulum tahun 1994 dianggap tidak lagi sesuai dengan tuntutan pada masa itu.

*  Adanya tuntutan lain abad XXI tentang pendidikan tinggi yang harus diakomodasi oleh kurikulum nasional yaitu : (1) politisasi pendidikan yang menyatu dengan strategi pembangunan (termasuk “industri” jasa pendidikan sebagai barang niaga); (2) kebutuhan pembelajaran sepanjang hayat (lifelong education); dan (3) internasionalisasi (recovergent phase of education) serta aliran tenaga kerja dan mahasiswa lintas negara yang dalam globalisasi dikenal sebagai etnoscapes.

Berkaitan dengan pendidikan yang bersifat humanis, maka diperlukan muatan nilai kebudayaan di dalam pendidikan tinggi, mencakup :

(i)      fenomena anthrophos dicakup dalam pengembangan manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

(ii)    fenomena tekne dicakup dalam penguasaan ilmu dan ketrampilan untuk mencapai derajat keahlian berkarya.

(iii)  fenomena oikos dicakup dalam kemampuan untuk memahami kaidah kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.

(iv)  fenomena etnos, dicakup dalam pembentukan sikap dan perilaku yang diperlukan seseorang dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keahlian yang dikuasai.

Dalam proses pembelajaran seperti ini maka pendidikan tinggi tidak hanya sekedar suatu proses transfer of knowledge, namun benar-benar merupakan suatu proses pembekalan yang berupa method of inquiry seseorang. Oleh karena itu, dewasa ini telah terjadi pergeseran pembelajaran yang menghendaki adanya pola pikir yang berubah baik dari pengajar maupun pembelajar.

Hasil Kajian Dikti tentang kesiapan Implementasi KBK

SK Mendiknas No 232/U/2002 menghendaki KBK ini diimplementasikan di semua perguruan tinggi. Bahkan pada Kepmen tersebut dinyatakan batas waktu implementasi sebelum 20 Desember 2002. Namun, setelah dilakukan kajian oleh Dikti pada tahun 2003, ternyata hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Kajian tersebut menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan tujuan untuk mengetahui kesiapan implementasi KBK yang ditinjau dari dua dimensi yaitu pemahaman terhadap KBK dan implementasinya dengan sub dimensi antara lain kesadaran, kesiapan mental, persepsi, sikap dan perilaku dalam menanggapi KBK. Hasil secara rinci dapat dilihat di Laporan Dikti mengenai Penelitian dan Pemahaman tentang KBK. Secara umum dapat disimpulkan dari kajian tersebut bahwa di lapangan terjadi keragaman yang begitu besar terhadap pemahaman/persepsi terhadap KBK dan berbeda berdasrkan lapisan struktur hirarki perguruan tinggi. Alasan lain yang menyebabkan keragaman tersebut adalah kurangnya bahan rujukan yang dapat digunakan dalam menyusun KBK dan masih ditemuinya berbagai kendalam dalam implementasinya. Kendala tersebut datang dari besarnya resistensi dosen, dan belum tersedianya dokumen hasil tracer study 

 

 

Pendekatan Baru dalam Penyusunan KBK

Kurikulum merupakan rambu-rambu untuk menjamin mutu dan kemampuan sesuai dengan program studi yang ditempuh. Kurikulum berbasis kompetensi yang diinginkan mengandung beberapa keuntungan, yaitu diperolehnya learning outcomes yang sesuai dengan dunia kerja (baik mereka sebagai pekerja maupun sebagai pencipta lapangan kerja) yang ditunjukkan dengan terpenuhinya societal needs, industrial needs, dan professional needs. Learning outcomes merupakan kemampuan mengintegrasikan ranah kognitif, psikomotorik dan afektif dalam sebuah perilaku pekerjaan secara utuh. Dengan demikian dalam konteks kebudayaan, KBK mengandung makna life long learning.  Sehubungan dengan itu, maka kurikulum yang disusun selain bermuatan isi juga lebih memperhatikan dasar kompetensi yang menjadi learning outcomes, dan isi mata kuliah lebih bersifat kontekstual/kemasyarakatan dan berbasis pada pembuktian/bukti nyata. Pada kurikulum berbasis isi (Content based Curiculum)  pengajaran masih berpusat pada pengajar, sedangkan dalam KBK pusat kegiatan diarahkan pada mahasiswa, sehingga strategi pengajarannya adalah mengajarkan bagaimana belajar (teaching how to learn) dengan menggunakan tidak hanya fasilitas dalam kelas, tetapi juga luar kelas dengan metoda evaluasi berorientasi pada proses dan pemecahan masalah. Dengan demikian pada KBK diharapkan bahwa BELAJAR adalah mencari dan mengkonstruksikan (membentuk) pengetahuan, BUKAN menerima pengetahuan, sehingga pembelajar harus aktif dan spesifik caranya. Oleh karenanya dari sisi dosenpun seyogyanya tidak hanya sebagai pengajar melainkan juga difokuskan pada peran sebagai mediator dan fasilitator. Tugas dosen sebagai mediator dan fasilitator dalam pembelajaran:

(1)  Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan mahasiswa bertanggung jawab dalam membuat tugas-tugasnya;

(2)  Menyediakan/memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan, membantu mengekspresikan gagasan-gagasannya, dan mengkomunikasikan idenya;

(3)  Menyediakan sarana yang merangsang mahasiswa berfikir secara produktif;

(4)  Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan jalan tidaknya pemikiran mahasiswa.

Melalui peran dosen seperti ini diharapkan lulusan memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidangnya.

Apabila disimak dari Kepmendiknas No 045/U/2002, yang dimaksud dengan Kompetensi adalah:

”seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu”.

Pada prinsipnya kompetensi tersebut mengandung makna sebuah atau beberapa spesifikasi pengetahuan, keterampilan dan penerapan dari pengetahuan dan keterampilan tersebut yang memenuhi suatu standar atau kinerja dan diperoleh dari outcomes pembelajaran. Berdasarkan Kepmen tersebut, setiap kurikulum program studi hendaknya mengandung elemen-elemen kompetensi yang terdiri dari:

(a)   Landasan kepribadian

(b)  Penguasaan ilmu dan keterampilan

(c)   Kemampuan berkarya

(d)  Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai

(e)   pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.

Konsekuensinya kurikulum yang disusun seharusnya mengandung elemen-elemen sebagaimana tercantum di atas, dan tidak terjebak pada pengertian bahwa mata kuliah harus dikelompokkan berdasarkan elemen tersebut. Pengelompokkan mata kuliah lebih ditekankan pada cluster of thinking dari the four pillars UNESCO yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together. Oleh karenanya, dianjurkan agar tiap elemen kompetensi diuraikan lebih rinci dalam hal  kompetensi utama, kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya. Selanjutnya,  para perancang kurikulum memikirkan bahwa untuk memenuhi kompetensi-kompetensi itu dibutuhkan beragam mata kuliah, cara penyampaiannya dan cara evaluasinya. Hal ini berarti bahwa satu mata kuliah boleh jadi akan diberikan untuk memenuhi lebih dari satu kompetensi, dan sebaliknya satu jenis kompetensi/sub kompetensi boleh jadi akan dipenuhi oleh lebih dari satu mata kuliah. Disamping itu, para perancang kurikulum seharusnya juga memikirkan tentang cara penyampaian materi agar kompetensi tertentu dapat dikuasai oleh peserta didik/pembelajar, dan sekaligus merancang tentang cara evaluasi yang sesuai untuk mengetahui bahwa kompetensi tersebut sudah dikuasai oleh peserta didik/pembelajar. Dengan demikian proses pembelajaran dalam KBK lebih memfokuskan pada bagaimana mengubah mahasiswa yang belum kompeten dalam satu bidang menjadi lulusan yang kompeten di bidangnya.

Bagaimana merumuskan KBK?

Terdapat dua unsur penting yang perlu diperhatikan pada perumusan kurikulum berbasis kompetensi yaitu: (1) unsur scientific vision dan (2) market signal . Sientific vision merupakan pandangan dan pendapat para pakar atau kelompok pengajar yang berwawasan ke depan sehingga mampu menduga kemampuan lulusan bidang agroteknologi yang diperlukan di dunia kerja di masa yang akan datang berdasarkan pada perkembangan ilmu dan teknologi manajemen yang dikembangkannya.  Market signal merupakan sinyal permintaan pasar terhadap kompetensi lulusan bidang manajemen yang mampu bekerja di dunia kerja secara berkualitas dan profesional. Market signal ini dapat diperoleh dari para alumni, pengguna (dunia industri dan profesi) serta mahasiswa. 

Merumuskan kurikulum berbasis kompetensi diawali dengan mengevaluasi diri Program Studi dengan menggunakan analisis KEKEPAN (kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan), guna mendapatkan informasi tentang kemampuan program studi dalam aspek manajerial, sumberdaya manusia, sumber daya fasilitas, sumberdaya finansial dan lingkungan akademik. Analisis ini juga dipengaruhi oleh adanya visi dan misi serta tata nilai yang dibangun dalam program studi tersebut yang dikenal dengan scientific vision.

Kedua unsur tersebut dipadukan guna merumuskan profil lulusan yaitu peran yang diharapkan dapat dilakukan nantinya oleh lulusan didunia kehidupan. Peran ini bisa menunjuk kepada suatu profesi (dokter, arsitek, pengacara) atau jenis pekerjaan yang khusus (manager perusahaan, praktisi hukum, akademisi) atau bentuk kerja yang bisa digunakan dalam beberapa bidang yang lebih umum (komunikator, kreator, leader, negosiator) yang dicanangkan oleh Program Studi penyusun KBK. Jadi profil lulusan ini dirumuskan untuk memberi ciri lulusan dengan mempertimbangkan visi, misi, tata nilai PT, masukan dari para pengguna, alumni, asosiasi dan pemangku kepentingan. Hal lain yang jadi penunjang keputusan merumuskan profil lulusan yaitu prediksi lapangan kerja akibat arah pembangunan di Indonesia baik mereka sebagai job seeker maupun job creator. Bagan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Apabila profil lulusan sudah dirumuskan maka langkah selanjutnya adalah menyusun komponen kompetensi apa yang harus ada dalam rangka membentuk profil lulusan tersebut?. Kompetensi ini dalam KBK PT terdiri dari kompetensi utama/inti, kompetensi penunjang dan kompetensi lainnya. Kompetensi utama ialah kemampuan seseorang untuk menampilkan kinerja yang memadai pada suatu kondisi pekerjaan yang memuaskan. Kompetensi pendukung ialah kemampuan seseorang yang dapat mendukung kompetensi utama, sedangkan kompetensi lainnya ialah kemampuan seseorang yang berbeda dengan kompetensi utama dan pendukung namun membantu meningkatkan kualitas hidup. Kompetensi lainnya boleh tidak ada dalam kurikulum jika memang tidak diperlukan. Namun, yang penting diketahui adalah bahwa semua kompetensi tersebut harus berisi muatan-muatan yang akan menanamkan landasan kepribadian, mingkatkan penguasaan ilmu dan keterampilan, sehingga dapat diprediksi bahwa lulusan akan mampu berkarya dengan sikap dan perilaku menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai dan mampu meningkatkan pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya. Dengan demikian kurikulum berbasis kompetensi tidak saja memberikan peningkatan dalam hard skills melainkan juga soft skills. Seyogyanya seorang lulusan program studi agroteknologi nantinya mampu memiliki intra personal concern, interpersonal concern dan juga extra personal concern. Artinya ia tidak hanya menguasai ipteks yang baik, tetapi ia juga mampu mengkomunikasikan ilmunya baik dengan kerja mandiri maupun dalam tim melalui cara berfikir kritis, logis dan analitisnya. Apabila ia menjadi pengusaha maka ia akan menjadi pengusaha yang arif, peduli terhadap lingkungan sekeliling dan tidak serakah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

diagram penyusunan kbk

Gambar 1. Diagram alir penyusunan kurikulum berbasis kompetensi di Perguruan Tinggi

Ciri-ciri kurikulum berbasis kopmpetensi diantaranya adalah:

(1)   kompetensi dinyatakan secara jelas dari proses pembelajaran,

(2)   proses pembelajaran berorientasi kepada pencapaian kompetensi dan berfokus pada mahasiswa,

(3)   lebih mengutamakan kesatuan penguasaan ranah kognitif, psikomotorik dan afektif, 

(4)   proses penilaian hasil belajar lebih ditekankan pada kemampuan untuk mendemonstrasikan kognitif, psikomotorik dan afektif.

Dapat disimpulkan bahwa prinsip penyusunan kurikulum berbasis kompetensi didasarkan pada penyusunan kompetensi lulusan yang diharapkan memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat profesi (professional needs), masyarakat industri (industrial needs) maupun masyarakat secara luas (societal needs).  Masyarakat menuntut dan membutuhkan lulusan yang memiliki kompetensi kepribadian (soft skills) dan kompetensi keprofesian (hard skills). Kompetensi kepribadian lebih banyak mengandung unsur sikap, sedangkan kompetensi keprofesian lebih menekankan pada kemampuan menggunakan pengetahuan dan keterampilan dengan kearifan pada bidangnya.

Boleh jadi satu kompetensi memiliki beberapa sub kompetensi tertentu jika diinginkan.  Tahap kedua setelah merumuskan kompetensi yaitu mengetahui unjuk kerja/kinerja masing-masing kompetensi yang akan mempengaruhi cara penilaian kinerja masing-masing kompetensi yang dapat mendemonstrasikan ranah kognitif, psikomotorik dan afektif. Tahap ketiga yaitu merumuskan cara penyampaian muatan mata kuliah agar dapat dinilai sesuai dengan unjuk kerja yang dimaksud dan tahap keempat adalah merumuskan bahan kajian yang akan diturunkan menjadi nama mata kuliah yang akan diberikan.  Road map mata kuliah dapat dibuat untuk mengevaluasi kesempurnaan pencapaian kompetensi beserta elemen-elemennya.  Road map mata kuliah ini seyogyanya dapat menunjukkan keterkaitan satu mata kuliah dengan mata kuliah lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi atau sub kompetensi tertentu, sekaligus akan menunjukkan relevansi kurikulum dengan kompetensi di dunia kerja. Sistem matriks antara mata kuliah versus kompetensi yang diberikan dapat dibuat untuk memeriksa apakah kompetensiyang telah disusun telah diakomodir oleh beragam mata kuliah?. Satu mata kuliah boleh jadi dapat memberikan satu atau lebih kompetensi, lalau satu kompetensi juga dapat dibangun melalui satu atau lebih mata kuliah.

 

Penutup

KBK, jika diterapkan sesuai dengan prosedur akan menjamin lulusan memiliki kompetensi yang relevan dengan kebutuhan kehidupan dunia kerja. Untuk ini, diperlukan terjadinya proses penjaminan mutu dengan unit pembelajaran yang lebih baik. Ciri-ciri lulusan yang kompeten yaitu (1) mempunyai kemampuan berlandaskan pada pengembangan kepribadian, (2) berkemampuan menguasai IPTEKS dan keterampilan, (3) berkemampuan berkarya, (4) berkemampuan menyikapi dan berperilaku dalam berkarya, dan (5) berkemampuan untuk hidup bermasyarakat dengan bekerjasama,, saling menghargai nilai-nilai pluralisme dan kedamaian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lulusan yang kompeten harus mempunyai kemampuan Knowledge of field dan knowledge of tehcnology yang didukung oleh (1) kemampuan berkomunikasi secara  oral dan tertulis, (2) kemampuan mengunakan logikanya dan menganalisis suatu problema, (3) kemampuan bekerjasama dalam tim dan bekerja secara mandiri.

Menilik KBK secara mendalam akan mengusik ketentraman dan kenyamanan para pengajar saat ini. Acapkali para pengajar berujar ”sulit untuk menerapkannya”. Kesulitan itu akan tetap sulit kalau kita enggan untuk berubah. Mungkin akan lebih bijak menyikapinya jika kita mulai ubah saja dulu proses pembelajaran yang biasa kita terapkan dengan Teacher Centered perlahan menjadi Student Centered Learning.  Memotivasi dan memfasilitasi mahasiswa dan sekaligus memberi umpan balik dalam proses pembelajaran, mungkin akan dapat menggairahkan mereka untuk berargumentasi dan berpendapat.  Memberikan tugas-tugas, memberi kesempatan presentasi, seminar, membuat model dan membuat konsep tentang manajemen produksi mungkin akan membuat mereka aktif-berdaya. Pada akhirnya, jika tidak hanya satu metode KULIAH saja yang diberikan di kelas, mahasiswa akan menjadi pembelajar sepanjang hayat, walau tanpa kehadiran dosen lagi karena mereka telah menemukan method of inquiry dan sumber belajar yang beragam.  

Tiada kata sulit jika kita mau berubah, mulai dari diri sendiri, mulai dari hal-hal kecil dan mulai dari sekarang (kata AA Gym).    

 Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya. Semoga kita termasuk kepada golongan orang yang mau berubah demi kebaikan dan peningkatan kualitas pendidikan di negara tercinta ini. Sukses selalu untuk Anda…..

 

 

 

  

 

Read Full Post »